Jumat, 18 Februari 2011 - 0 komentar
Judul :Kupu-Kupu Salju
Pengarang : Felice Cahyadi (situs pribadi pengarang)
Tahun terbit: 2010
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Jumlah halaman: 245 hal.
Desain sampul: Dianing Ratri
PoV: Orang ketiga serba tahu

Hua...akhirnya setelah lama nggak ngepos review, saya berkesempatan juga untuk menulis ulasan di TeenlitScope! Alasan saya mengulas novel ini ada dua: pertama, tentu saja karena novel ini tergolong baru, dan kedua, saya suka desain sampulnya yang simpel dan ringan. Novel ini sendiri dikarang oleh Felice Cahyadi, yang dalam ucapan terima kasih tak lebih dari satu halamannya berkata bahwa novel ini bermula dari fanfic (yappari...). Oke, mari kita mulai saja pembahasannya!
Sinopsis
Kupu-Kupu Salju bercerita mengenai seorang cewek bernama Alice, yang dikisahkan berpindah sekolah ke sebuah sekolah elite bernama San Cristoforo School (SCS). Di sekolahnya yang baru itu, terdapat lima orang cowok yang dikenal Sebagai "pangeran SCS" yakni Juno, Mickey, Maxx, Nero, dan Xian. Mickey sendiri ternyata merupakan kawan baik Obet—kakak Alice—dan pernah bertemu Alice di sebuah pesta pembukaan sebuah restoran yoghurt pada awal cerita. Sedangkan untuk Juno, cowok ini pernah menolongnya saat ia hampir saja tertabrak sebuah truk saat baru masuk sekolah.
Pertemuan itu—seperti yang tertulis di back cover—berkembang menjadi suatu hubungan yang unik. Hal ini disebabkan Mickey mulai menaruh rasa pada Alice, sementara di sisi lain, Juno tampaknya juga condong ke arah yang sama. Alice sendiri merasa nyaman saat bersama mereka berdua, dan selalu merasakan sesuatu yang "tidak biasa" saat beinteraksi dengan keduanya. Namun, interaksi mereka tidak selalu berjalan mulus. Hadirnya Kiev—musuh bebuyutan Mickey c.s.—dan Seva—pacar Juno yang kelewat posesif—turut menyumbang pada dinamika konflik.
Suatu saat, Mickey nembak Alice, tapi Alice dengan sopan menolak karena ia masih menantikan cinta pertamanya yang bernama Remy untuk memberikan sebuah kunci pada buku harian yang cowok itu janjikan kepadanya di saat ulang tahunnya. Meski hingga kini cowok itu juga tak kunjung datang, Alice berkata bahwa ia masih dengan setia menunggu. Akankah Alice tetap menanti Remy? Atau mungkin ia justru akan jatuh kepada salah satu dari dua pangeran itu?
Karakter
Alice (Vincentia Alice Artedja). Cewek manis ini baru saja dipindahkan dari Malang ke Jakarta, dan hendak bersekolah di San Cristoforo School, sekolah terbaik seibu kota. Ia termasuk tipe cewek supel, terlihat sedikit airhead, dan juga happy-go-lucky. Alice sendiri digambarkan sebagai karakter yang sering menjadi korban keadaan, yang mana ia sering terlibat dalam konflik atau membuat konflik akibat disalahsangkai oleh banyak orang (terutama terkait hubungannya dengan Juno). Ia juga diceritakan memiliki kerja sambilan mengajar privat gadis kecil bernama Janice, yang kebetulan juga merupakan adik dari Juno.
Mickey (Michael Y. Chendra). Putra sulung pemilik C Entertaimnent ini memiliki wajah dan gerak-gerik yang menarik, yang membuatnya digemari oleh banyak orang (meski di sisi lain, kemampuan akademuisnya pas-pasan). Ia tipe yang membiarkan semua mengalir dan menikmati hidup. Mickey bertemu dengan Alice untuk pertama kalinya di pembukaan Go Yoghurt!, dan sejak saat itu, ia menaruh perhatian lebih kepada Alice.
Juno (Juventio Wirjadinata). Cowok yang merupakan cucu dari pengusaha terkenal pendiri dan pemilik Wirjadinata Group. Ia sebenarnya merupakan sosok yang ceria, tetapi diceritakan bahwa Juno menjauhi Alice karena ada sesuatu yang membuatnya resah saat ia berhadapan dengan cewek itu. Cowok ini sendiri pernah beberapa kali pindah negara (pertama di Korea, dan terakhir Indonesia), dan dikatakan “tidak dapat mengingat sebagian masa kecilnya” dan “memimpikan sesuatu yang spesifik” sehingga membuat dirinya terganggu.
Maxx (Maxximilian Daniel). Cowok termuda di antara para pangeran SFS lain (usianya baru sekitar lima belas tahun), dan juga merupakan yang paling pintar. Maxx memiliki karakteristik lugu dan patuh pada peraturan, di mana ia menentang habis-habisan segala tindakan melanggar peraturan seperti membolos.
Xian (Xian Kristian). Pangeran SFS yang merupakan penyanyi terkenal yang kariernya sedang gemilang. Ia juga sekaligus wakil klub sepak bola di sekolah dan andalan klub itu.
Nero (Nero Wijaya). Cowok pangeran SFS terakhir yang digambarkan memiliki wajah manis, kulit putih, dan suara mengalun (atau menurut pengarang, tipikal khas bishounen). Ia juga pintar memasak.
Seva (Sevanna Latif). Cewek kaya nan manja ini merupakan pacar Juno. Mereka sudah dijodohkan sejak kecil oleh keluarga masing-masing, dan ia yakin betul kalau suatu saat akan menikah dengan cowok itu. Itu sebabnya ia menjadi cemburu apabila ada cewek lain yang berinteraksi dengan mesra denga Juno.
Kiev. Musuh besar Mickey dkk. selalu mencari gara-gara dengannya. Dikeluarkan dari sekolah gara-gara ketahuan mengedarkan narkoba, dan menjadi benci dengan kelompok Mickey karena merekalah yang mengadukan dirinya.
Ivanna, Tobey, dan Freddie. Rekan-rekan Alice dalam kelompok piket, yang di kemudian hari menjadi sahabat karibnya.
Joseph, Teresa, dan Janice Wirjadinata. Ayah, ibu, dan adik dari Juno. Teresa memiliki darah Korea, dan merupakan tipikal ibu rumah tangga/istri konglomerat yang ramah. Si kecil Janice yang baru duduk di kelas 2 SD, diajar privat oleh Alice, sehingga Juno jadi sering bertemu cewek itu.
Pembahasan
Satu hal yang jelas kentara: this writer seems admire her artificial school so much. Saya mengatakan hal itu karena Felice mendeskripsikan SCS dan berbagai elemen pelengkapnya (seperti seragam) sebanyak tiga kali di tiga tempat berbeda, di mana setiap penjabaran isinya tidak terlalu berbeda. Sebenarnya, deskripsi SCS yang disuguhkan Felice sendiri cukup bagus, mendetail, dan—terutama—kreatif, sehingga saya cukup enjoy membacanya, hanya saja deskripsi itu terlalu berlebihan sehingga justru menjadi terasa aneh.
Komentar kedua saya tentang Kupu-Kupu Salju adalah karakternya. Saya menduga bahwa Felice pertama kali menulis cerita ini dengan menggunakan nama-nama Korea (secara, ini kan dimulai dari fanfic), yang kemudian diganti nama Indonesia dan disesuaikan dengan setting lokal. Jujur saja, tipikal karakter K-drama-nya sangat kental di sini. Meskipun begitu, sebagaimana salah satu aturan kepengarangan tentang karakter (yakni “Pengarang bebas membuat nama dan menciptakan atau menghilangkan karakternya sebagaimana diperlukan”), maka dalam pandangan saya sah-sah saja Felice membuat karakter-karakter semacam itu.
Pengembangan masing-masing karakter yang Felice coba bangun juga terlihat kurang kuat. Mungkin ini ada kaitannya dengan sudut pandang orang ketiga serba tahu yang ia gunakan, di mana dalam novel ini, sudut pandang terlalu sering berpindah (“meloncat”) di antara Alice-Mickey-Juno. Saya bahkan sempat bertanya-tanya siapa sebenarnya karakter asli dari novel ini. Akibatnya, ketiga karakter itu jadi terasa tidak fully developed—bisa dibilang agak mengambang. Karakter lain yang dikenalkan oleh Felice (karakter pendamping) juga sepertinya terlalu banyak sehingga menjadi mubazir. Tiga pangeran SCS yang lain masih lumayan memiliki peran, tapi sahabat-sahabat Alice seperti Ivanna, Tobey, dan Freddie hanya muncul sekilas. Bahkan Obet juga muncul sambil lalu.
Kemudian, resolusi. Hingga mencapai bagian terakhir, beberapa konflik masih belum terselesaikan, dan penyelesaian konflik itu sendiri dilakukan secara betubi-tubi di bagian akhir. Metode ini sering digunakan dalam film dengan sudut pandang orang pertama (biasanya berupa narasi-dialog) atau kalau menggunakan sudut pandang orang ketiga, biasanya berupa tulisan dan lebih sering muncul pada film-film berdasar kisah nyata saja. Tergantung bagaimana penggunaannya, metode ini dapat baik atau buruk, tapi dalam pandangan saya menjejalkan resolusi di bagian akhir bukan langkah yang bijak karena akan berujung pada telling besar-besaran.
Terakhir, ending. Pertanyaan novel ini adalah “Apakah Alice akan mendapatkan Remy-nya kembali?”, tapi hal itu justru jarang sekali dibahas dalam Kupu-Kupu Salju. Alih-alih, fokus cerita lebih ditekankan pada tarik ulur perasaan Alice kepada Juno dan Mickey dan pengembangan relationship keduanya, kecemburuan Seva pada Alice, perseteruan dengan Kiev, dan juga kecemburuan Mickey pada Juno. Remy sendiri baru disinggung di pertengahan cerita (bayangkan, di halaman 150!)—suatu langkah yang kurang tepat kalau Felice hendak menjadikan hal ini sebagai background cerita. Untungnya, Kupu-Kupu Salju menggunakan arc yang sedikit berbeda dengan cerita kebanyakan sehingga berujung pada ending yang lumayan "berbeda", meski sudah dapat teraba ketika cerita mulai memasuki babak akhir.
Apresiasi saya terhadap novel ini adalah Felice dapat membangun suasana deg-degan dengan bagus sehingga dapat dinikmati. Favorit saya ada di halaman 116, 139, dan 148. Di sisi lain, saya juga menyaluti adegan bermain biliar halaman 73-78 , di mana dialog dan perilaku karakter utamanya terlihat saling melengkapi.
Di samping itu, tentu saja, frasa, kata, dan istilah Korea yang ditampilkan di sni menjadi nilai plus novel ini. Mungkin itu merupakan ungkapan yang tidak terlalu sulit bagi pecinta SNSD, SuJu, Shinee, dan TVXQ, tapi tetap saja hal itu dapat memberikan tambahan informasi. Langkah yang bagus.
Terakhir, adegan Tenda Ramalan–dan ramalannya, tentu saja—juga menjadi adegan yang lumayan menarik. Apalagi ramalan itu ternyata juga disinggung lagi di bagian akhir, yang membuatnya semakin oke.

0 komentar:

Posting Komentar